analyticstracking
Indonesia Archipelago Network News - IANnews.id

Festival Perdana di Kampung Kerapu

Rabu,2020-02-12,11:41:10
(IANnews.id)
Iannews-Jakarta. Kabupaten Situbondo ingin mengikuiti jejak dua kabupaten tetangganya, Jember dan Banyuwangi, yang berhasil mengangkat PAD-nya melalui sejumlah kreasi berbentuk festival.

Kepak kipas bulu warna jingga, tampak padu rampak terkembang. Lima penari luwes nan jelita melenggak-lenggok di atas panggung. Menggunakan kostum kebaya moderen warna biru laut,  Sajian tarian bertajuk Gelora Panca Raga menandai digelarnya Festival Kerapu yang digelar di Kampung Kerapu, Kendit, Situbondo.

Kampung Kerapu didirikan sejak 2018 oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.  Berbekal niatan untuk mendorong industri wisata di kawasan Situbondo, anggaran sebesar sekitar Rp6 miliar pun dikucurkan ke objek wisata Kampung Kerapu.

Dana yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 itu diperuntukkan bagi pembangunan dermaga yang menjorok ke tengah laut. Panjang dermaga kayu yang terletak di Dusun Gundil, Desa Klatakan, Kecamatan Kendit itu sekira 300 meter.

Bentuk dermaga dibuat melingkar guna memudahkan pengunjung wisata yang keluar dan masuk. Di bagian ujung dermaga terdapat pelabuhan apung mini. Dari situ pengunjung dapat diantar dengan kapal nelayan setempat untuk melihat langsung lokasi budi daya ikan kerapu. Ikan kerapu dibudidayakan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA).

Desa Klatakan, tempat Kampung Kerapu berada, selama ini dijuluki sebagai kampung keramba. Pasalnya hampir semua warga di kampung itu memiliki mata pencaharian sebagai pengusaha maupun pekerja budi daya ikan kerapu. Mereka menggunakan keramba jaring apung di tengah laut yang berjarak 500-an meter dari bibir pantai.

Saat ini, keberadaan kampung keramba atau kampung kerapu telah lumayan kesohor. Salah satu sentra ekonomi di Situbondo itu telah kerap dikunjungi warga asal luar kota yang ingin atau melaksanakan studi banding tentang budi daya kerapu berkeramba jaring apung. Tak heran kampung keramba apung itu pun kemudian menjadi ikon budi daya ikan kerapu.

Ikut Jejak

Kemasyuran kampung kerapu tak lantas membuat pihak pengelola dalam hal ini dinas terkait di Situbondo berpuas diri. Pada awal Desember 2019, pemerintah setempat kembali memperkenalkan sebuah gebrakan baru untuk promosi pariwisata kepada publik. Namanya Festival Kerapu.

Digelar secara meriah, festival ini menampilkan tari-tarian, musik, dan atraksi. Menurut informasi yang dihimpun di lokasi festival, para talent tak lain merupakan muda-mudi Situbondo.

Sebagai acara pembuka, Festival Kerapu menampilkan tarian modern yang dibawakan oleh lima sosok dara manis. Mereka mengenakan kebaya paduan biru dan perak gemerlap. Lalu jarik payet dengan warna senada dan hiasan kepala menyerupai burung dengan ekor terkembang, lengkap dengan selendang biru yang dipasangkan di bagian pinggang dan kipas merah di tangan para penarinya.

Tarian modern yang dinamai Gelora Panca Raga itu boleh jadi menyiratkan semangat warga Situbondo dalam menyambut gegap gempita wisata di tanah Situbondo. Atau juga cocok dijadikan sebagai tarian sambutan bagi para tamu yang datang.

Tampilan kedua adalah gitaris one finger pencipta gitar gadget bernama Doddy Hernanto alias Mr D dengan dua lagu khusus, yakni Jazz Shalawat dan Chariots of Fire. "Itu adalah lagu karya saya semua. Sebenarnya ingin bawa satu album, tapi karena waktunya terbatas, saya bawakan dua saja ditambah solo dan improvisasi lainnya," katanya.

Pria yang juga Direktur Gawainesia TIMES Indonesia itu akan mencampur dua lagu karyanya dengan lagu-lagu daerah. Berkolaborasi dengan Art Painting dan Fire Dance, Mr D akan mengiringi pelukis dan para personel Fire Dance. "Jadi dia menggambar, aku iringi musiknya. Dance fire juga begitu. Aku yang mainkan lagunya. Tak campur juga dengan lagu Just Keep Loving karyaku juga," terang dia.

Festival Kerapu juga dimeriahkkan oleh art painting, fire dance, modern dance, dan Side Pro Band. Saat ini, nama Festival Kerapu sendiri belum cukup dikenal luas oleh khalayak. Namun boleh jadi, harapan besar terhadap festival itu tetap membucah. Betapa tidak.

Situbondo merupakan salah satu kota kabupaten yang terletak di antara Banyuwangi dan Jember. Di kedua kota tersebut, mulai dari beberapa tahun silam, pagelaran seni bertajuk festival boleh dikata mampu mengangkat pamor dan perekonomian kedua daerah itu ke titik tertinggi.

Wajar saja, Kabupaten Situbondo ingin mengikuiti jejak dua kabupaten tetangganya, Jember dan Banyuwangi, yang berhasil mengangkat PAD-nya melalui sejumlah kreasi berbentuk festival.

Di  Jember terkenal dengan Jember Fashion Carnival (JFC) yang sudah berlangsung 18 kalinya. Sebagai gambaran, pada 2008, PAD dari sektor pariwisata hanya Rp2,5 miliar dan naik menjadi Rp8,5 miliar pada 2013. Diprediksi PAD akan meningkat menjadi Rp10 miliar per tahun dari penyelenggaraan festival tersebut.

Sumbangan PAD sektor pariwisata itu disumbang dari pajak hotel, pajak restoran, retribusi, dan pendapatan lain-lain dalam pengelolaan obyek wisata yang meningkat seiring dengan penyelenggaraan JFC tersebut.

Begitu juga dengan Kabupaten Banyuwangi. Bahkan, pada 2020, kabupaten di ujung pulau Jawa itu berani mematok PAD hingga Rp3,339 triliun.  PAD Kabupaten Banyuwangi 2018 mencapai Rp29 miliar.

Di Jember, terinspirasi dari aktivitas seni Grup Reyog Ponorogo, yang saat berlangsung selalu membuat padat jalan raya protokol kota, muncullah ide menggelar parade jalan kaki dengan menggenakan kostum yang menarik, atraktif, meriah, dan warna cerah, bak festival kostum yang ada di belahan dunia lain.

Jember Festival Carnaval digagas oleh Dynand Fariz, seorang disainer yang sejak kecil sebenarnya bercita-cita sebagai dokter dan insinyur. Ketertarikannya di bidang merancang busana terwujud ketika dia mendapatkan beasiswa di sekolah ESMOD Jakarta. Pada 1999, dia mendapatkan beasiswa training teacher di ESMOD Prancis.

Kendati sejumlah kalangan sempat menolak pelaksanaan perhelatan seni tersebut, karnaval besutan Dynand justru mendapat apresiasi besar dari media massa. Bagi Dynand, ketika itu, apresiasi media dinilainya sebagai pertanda bahwa acara itu patut diselenggarakan dan tidak bertentangan dengan budaya Indonesia.

Dari data yang ada, Jember Fashion Carnaval yang pertama kali diselenggarakan pada 2008, semula hanya  dikunjungi 250 ribu wisatawan yang mayoritas dari nusantara. Pada 2013, grafik jumlah kunjungan wisatawan melonjak mencapai 300 persen atau sekitar 850 ribu wisatawan. Lalu pada 2008, PAD Kabupaten Jember dari sektor pariwisata hanya Rp2,5 miliar.

Namun pada 2013, pendapatan Jember mampu menembus angka Rp12 miliar. Dari jumlah ini yang dihasilkan restoran atau wisata kuliner mencapai Rp1,2 miliar. Berkat karnaval itu pula, APBD Jember mencapai Rp3 triliun.

Kini Jember sudah memiliki hotel berbintang tiga dengan jumlah kamar 500 - 600 kamar. Dan hotel melati sekitar 1.200 kamar. Semakin banyaknya tamu mendesak pengelola hotel untuk menambah jumlah kamar atau mendorong pertumbuhan hotel baru. Pasalnya, pada 2013 sebanyak 2.159 media dan fotografer dunia hadir di Jember. Lalu pada 2014, tercatat sudah 3.073 media dan fotografer yang mendaftar untuk hadir.

Bagaimana dengan dampak ekonomi dari pelaksaaan festival yang dihelat di Banyuwangi? Tak bisa dipungkiri, Banyuwangi di masa lalu dikenal sebagai kota magis dan mistis. Namun sejak 2010. Kesan itu perlahan berubah. Imej Banyuwangi berangsur-angsur menjadi kota wisata.

Imej baru Banyuwangi sebagai sebuah kota muncul setelah pada 2012, Pemerintah Banyuwangi menghelat festival kostum dalam rangka peringatan HUT Banyuwangi, yang digelar dalam kurun Oktober hingga Desember.

Kendati kian beragam wujudnya, sejak kali pertama digelar, animo wisatawan terhadap pelaksanaan festival di kota tersebut memang terus meningkat. Pada 2019 bahkan tercatat ada 99 agenda Event Banyuwangi Festival. Salah satu event yang begitu terkenal di Banyuwangi adalah rangkaian sport tourism Banyuwangi BMX Internasional, di mana event ini dilaksanakan di Kecamatan Muncar.

Kegiatan itu diikuti 254 pembalap yang berasal dari 19 negara, yang diyakini pasti dapat membantu menjadi penggerak roda ekonomi yang ada di Banyuwangi, bukan hanya dari sudut pandang transportasi, hotel, bahkan warga masyarakat dapat merasakan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dari diadakannya acara ini. (F-1/N-1)
Lihat Juga Lowongan Kerja Terbaru:
jobs-to-success