News Update
- Bali Mau Dibuka, Sandiaga Tampung Usulan Pelaku Wisata
- Potret Jembatan Kaca Tak Biasa di China
- Kota Ini Lekat dengan Tukang Sayur Bermotor CBR-Ninja 250
- Ini Cara Perbaiki Kualitas Tidur Tanpa Konsumsi Obat
- 5 Makanan dan Minuman yang Tak Disarankan untuk Pengidap Bipolar
- Unik, Ada Masjid Full Color di Tengah Perkampungan Garut
- Melihat Mesin Pencetak Uang Kuno di Galeri Museum Peruri
- Bangkit Lagi, Hotel Bandung dan Saung Angklung Udjo Lakukan Kolaborasi
Monitoring sosial media oleh bos diprediksi meningkat (ilustrasi) (REUTERS/Dado Ruvic/Files)
(IANnews.id) Jakarta - Makin merebaknya orang yang menggunakan akun sosial media menumbuhkan keinginan generasi muda agar bos mereka mengawasi akun sosial media mereka. Keinginan bukan tanpa sebab, yaitu untuk memastikan keamanan kerja.
Riset perusahaan jasa konsultan profesional asal AS, PricewaterhouseCoopers (PwC), dikutip Guardian, Senin 18 Agustus 2014 menyebutkan sepertiga kaum muda yang disurvei mengaku senang jika bos mereka memonitoring profil sosial media mereka. Survei juga menghasilkan monitoring data pribadi bakal menjadi hal yang umum di masa mendatang.
Disebutkan akun jejarinng sosial seperti Facebook, Twitter dan situs sosial media lainnya bisa dioptimalkan para pengusaha dan bos perusahaan agar bisa memahami motivasi karyawan mereka. Monitoring itu juga menjadi bahan bagi seseorang untuk memindahkan pekerjaan karyawan maupun hal yang penting misalnya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
PwC memprediksikan pada satu dekade mendatang, monitoring online oleh bos perusahaan itu akan menjadi tren.
Lebih Terbuka
Uniknya, survei itu menunjukkan adanya sikap yang lebih terbuka pada generasi muda saat ini dengan rentang usia 18-32 tahun. Sebab diprediksi generasi muda itu pada akhir 2020 akan menjadi angkatan kerja global, dan mereka lebih terbuka untuk berbagi data pribadi dengan bos mereka.
Hasil survei menunjukkan 36 persen pekerja generasi muda mengaku senang berbagi data dengan bos mereka.
John Harding, mitra layanan SDM PwC di Manchester, Inggris mengatakan organisasi atau perusahaan bisa mengikuti jejak pengiklan dan pengecer yang memanfaatkan data online dan sosial media pelanggan untuk menyesuaikan pengalaman belanja pelanggan.
"Jadi organisasi dapat segera menggunakan data pribadi pekerja, tentu dengan izin, untuk mengukur dan mengantisipasi masalah kinerja dan penyimpanan arsip," kata dia.
Menurutnya, monitoring data itu merupakan semacam data profiling, yang bisa digunakan untuk data kesehatan real time karyawan.
"Ini tentu membantu mengurangi cuti sakit," ujar Harding.
Ia menambahkan dengan landasan kepercayaan atas data antara perusahaan dan karyawan justru akan mendorong keberhasilan perusahaan. Sebab data itu dioptimalkan untuk menjalankan kemanfaatan terukur bagi karyawan yang menyerahkan data.
Hanya Modus
Namun ide itu dikritik Cary Cooper, profesor prsikologi organisasi dan kesehatan Universitas Lancaster, Inggris. Cooper berpendapat skema itu hanyalah jebakan, alih-alih untuk dalih meningkatkan kinerja perusahaan.
"Pertama, adalah naif berpikir jika Anda memberikan hak privasi Anda, maka bos Anda dapat menjamin keamanan kerja," kata dia.
Justru, Cooper melihat skema monitoring itu hanyalah modus bagi para bos perusahaan untuk mencari tahu apa yang dilakukan dan dipikirkan karyawan. Alih-alih untuk memotivasi atau meningkatkan kesejahteraan karyawan.
"Itu jelas sebuah gangguan kehidupan privat karyawan," katanya.
Survei PwC mewawancarai 10 ribu pekerja di seluruh dunia serta 500 bagian SDM profesional.
Riset perusahaan jasa konsultan profesional asal AS, PricewaterhouseCoopers (PwC), dikutip Guardian, Senin 18 Agustus 2014 menyebutkan sepertiga kaum muda yang disurvei mengaku senang jika bos mereka memonitoring profil sosial media mereka. Survei juga menghasilkan monitoring data pribadi bakal menjadi hal yang umum di masa mendatang.
Disebutkan akun jejarinng sosial seperti Facebook, Twitter dan situs sosial media lainnya bisa dioptimalkan para pengusaha dan bos perusahaan agar bisa memahami motivasi karyawan mereka. Monitoring itu juga menjadi bahan bagi seseorang untuk memindahkan pekerjaan karyawan maupun hal yang penting misalnya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
PwC memprediksikan pada satu dekade mendatang, monitoring online oleh bos perusahaan itu akan menjadi tren.
Lebih Terbuka
Uniknya, survei itu menunjukkan adanya sikap yang lebih terbuka pada generasi muda saat ini dengan rentang usia 18-32 tahun. Sebab diprediksi generasi muda itu pada akhir 2020 akan menjadi angkatan kerja global, dan mereka lebih terbuka untuk berbagi data pribadi dengan bos mereka.
Hasil survei menunjukkan 36 persen pekerja generasi muda mengaku senang berbagi data dengan bos mereka.
John Harding, mitra layanan SDM PwC di Manchester, Inggris mengatakan organisasi atau perusahaan bisa mengikuti jejak pengiklan dan pengecer yang memanfaatkan data online dan sosial media pelanggan untuk menyesuaikan pengalaman belanja pelanggan.
"Jadi organisasi dapat segera menggunakan data pribadi pekerja, tentu dengan izin, untuk mengukur dan mengantisipasi masalah kinerja dan penyimpanan arsip," kata dia.
Menurutnya, monitoring data itu merupakan semacam data profiling, yang bisa digunakan untuk data kesehatan real time karyawan.
"Ini tentu membantu mengurangi cuti sakit," ujar Harding.
Ia menambahkan dengan landasan kepercayaan atas data antara perusahaan dan karyawan justru akan mendorong keberhasilan perusahaan. Sebab data itu dioptimalkan untuk menjalankan kemanfaatan terukur bagi karyawan yang menyerahkan data.
Hanya Modus
Namun ide itu dikritik Cary Cooper, profesor prsikologi organisasi dan kesehatan Universitas Lancaster, Inggris. Cooper berpendapat skema itu hanyalah jebakan, alih-alih untuk dalih meningkatkan kinerja perusahaan.
"Pertama, adalah naif berpikir jika Anda memberikan hak privasi Anda, maka bos Anda dapat menjamin keamanan kerja," kata dia.
Justru, Cooper melihat skema monitoring itu hanyalah modus bagi para bos perusahaan untuk mencari tahu apa yang dilakukan dan dipikirkan karyawan. Alih-alih untuk memotivasi atau meningkatkan kesejahteraan karyawan.
"Itu jelas sebuah gangguan kehidupan privat karyawan," katanya.
Survei PwC mewawancarai 10 ribu pekerja di seluruh dunia serta 500 bagian SDM profesional.
- 1Soal Dana Nasabah Hilang, Ini Kata BRI
- 2Jakarta Tak Diguyur Hujan Deras pada 12 Januari, Ini Penjelasan BMKG
- 3Andal Software luncurkan Andal PayMaster 2016
- 4Apple resmi rilis iPhone 6S dan iPhone 6S Plus
- 5Google Maps kini beri petunjuk layaknya orang Indonesia
- 6Google luncurkan dan perbaharui aplikasi Street View